Minggu, 31 Agustus 2008
Rasaya Said
semoga safari Ramadhan teman-teman/keluarga Besar Teater Lugu masih tetap menjadi bagian dari budaya yang membuat kita semua kian menyadari bahwa, keluarga adalah segalanya.
setahun lalu, aku masih bisa menikmati bulan puasa bersama Teater Lugu, betapa indah saat itu. yang ada adalah bersama. jujur, itu satu hal yang sampai saat ini susah dilupakan.
SEMOGA TEATER LUGU TETAP JAYA DI PANGGUNG KESENIAN.
MARHABAN YAA RAMADHAN
tabik,
Dony P. Herwanto
Rabu, 20 Agustus 2008
Jangan Pernah Baca Buku Jika tak Ingin Tersesat
sontak, aku terdiam. tak tahu apa yang dimaksud dengan kata "membaca". sebab sampai saat ini pun, aku masih saja membaca. sedangkan HAH berkata, biarkan sastra membacamu. jujur, ketika kali pertama aku mendengar kalimat yang dia ucapkan, sempat sejenak bodoh.tak tahu harus berkata dan berpikir apa.
akhirnya, setelah dua hari berselang, ketika aku bertemu dengan salah seorang teman. dia bercerita tentang anak kecil yang berusia sekitar lima tahun, tak tahu harus berbuat apa ketika seorang guru memberikan sebuah buku bacaan yang di dalamnya bersisi tentang huruf-huruf yang harus dia hafal jika ingin naik tingkat. dengan polos, bocah lima tahun itu menjawab. apa yang harus aku baca? lebih baik aku bermain dengan teman-teman di luar sambil mengenal lingkungan.
aku tersadar dan berpikir, inikah jawaban atas pertanyaan yang diajukan HAH kepadaku. bocah lima tahun yang belum bisa mengeja huruf-huruf, tapi sudah bisa bilang "lebih baik aku di luar bermain dengan teman-teman sambil mengenal lingkungan,"
Dony P. Herwanto
Buitenzorg
Cerita es krim dan donat
Cerita Es Krim dan Donat
Perbedaan itu indah. Hal ini setidaknya terungkap dari acara Teater berjudul 2 Penggerutu karya Putut EA dengan sutradara Galih Bagus Perdana. Teater yang diadakan oleh komunitas Teater Lugu dari Fakultas Psikologi Universitas Muhamadiyah Surakarta (UMS) di Teater Arena TBS (Taman Budaya Surakarta), Selasa (3/6).
Ratusan pengunjung memadati ruangan dalam Teater Arena, penonton yang datang tidak hanya dari UMS saja, namun juga beberapa mahasiswa yang tergabung dalam komunitas teater UNS, seniman bahkan masyarakat luar. Tepuk tangan diberikan oleh pengunjung terutama saat mereka menemukan adegan yang menurut mereka menarik.
Sutradara teater, Galih Bagus Perdana menuturkan pada Joglosemar bahwa sebenarnya 2 Penggerutu ini dipertunjukkan oleh komunitas Teater Lugu UMS.
Dalam teater ini nampaknya Galih ingin menyampaikan bahwa suatu perbedaan ini ternyata indah, maka seharusnya segala bentuk perbedaan disikapi dengan cara saling menghargai bukan dengan perpecahan. “Perbedaan menimbulkan variasi dan keanekaragaman bukannya perpecahan. Itulah yang ingin saya sampaikan dalam bentuk teater dengan harapan bisa memberikan inspirasi bagi semua orang,” tutur Galih.
Ketidakpuasan
Diceritakan, ada dua tokoh dalam pementasan teater ini yaitu Karim sebagai seorang penggelandang dan Nawal seorang pengusaha sukses, masing-masing dari mereka selalu menampakkan ketidakpuasan dan selalu mengeluhkan tentang segala yang kurang dalam dirinya.
Tokoh Nawal mengeluhkan mengenai kemalangannya dalam urusan cinta. Sedangkan Karim sebaliknya, ia selalu merasa tidak mujur dalam urusan materi. Namun anehnya dengan perbedaan yang mereka punyai rasa saling iri muncul dari diri mereka berdua.
Keduanya saling bertengkar dan mencerca. Pada akhirnya perbedaan ini dapat disatukan serta sifat saling iri dapat ditepis hanya karena ide sederhana yang muncul yaitu dari sebuah cerita humor yaitu es krim dan donat.
Dari kekonyolan dalam mempertanyakan “Kenapa kau suka donat?” dan ‘Kenapa kau suka es krim?” akhirnya membuat mereka tertawa terbahak-bahak seakan lupa bahwa sebelumnya mereka selalu saling mencerca. Setelah sama-sama saling menertawakan kebodohan mereka sendiri, akhirnya mereka sadar akan indahnya perbedaan itu.
Keinginan sutradara muda dalam menggarap teater dengan judul 2 Penggerutu ini muncul dilatarbelakangi oleh lingkungan sosial yang ia alami dalam kehidupan sehari-hari ketika segala perbedaan entah itu kecil maupun besar selalu membuat kondisi yang tidak baik.
Galih mengakui bahwa pementasan ini baru pertama kalinya ia lakukan. “Terus terang ini merupakan pengalaman menjadi sutradara untuk pertama kalinya bagi saya, seperti terlihat, penontonnya banyak dan termasuk berhasil,” ucapnya.
Ia adalah sutradara muda yang termasuk dalam komunitas Teater Lugu UMS. (aje)
Pementasan Putu Wijaya (Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta)
Beberapa waktu yang lalu, kami melihat pementasan yang dipentaskan oleh Putu Wijaya.
Pertama kali ketika datang di TBJT, kami sempat membayangkan bagaimana pementasan ini.
Setelah memasuki Teater Arena TBJT, seketika itu juga pementasan dimulai. Diatas panggung terlihat sebuah bendera, sangkar burung, dan sebuah kursi. Pementasan diawali oleh cerita dari "sang" Putu Wijaya. " Saya sudah tua, tapi saya masih bisa melakukan hal-hal yang dilakukan oleh anak muda." kira-kira itulah yang dikatakan olehnya. Setelah itu beliau menceritakan tentang cucunya yang menanyakan tentang arti kemerdekaan itu sendiri. Beliau kemudian marah ketika cucunya menanyakan tentang kebenaran kemerdekaan itu sendiri. Seketika itu, beliau menceritakan tentang seorang kakek yang mempunyai seekor burung. Sang kakek berharap supaya burung itu dapat bebas dari sangkar itu. Kira-kira itulah cerita yang diangkat dalam pementasan beliau.
Kami sempat terkagum oleh kemampuan beliau dalam gesture. Walau di usia yang cukup tua, beliau masih sanggup melakukan gerakan-gerakan yang rata-rata dilakukan oleh kalangan muda. Pada pementasan ini, beliau juga sering melakukan komunikasi dengan penonton dan melakukan canda-canda yang menggelikan penonton.